kehidupan Manusia Purba -Kelas X

Kehidupan Manusia Purba

Masa Perundagian




Periode perundagian dimulai pada zaman logam, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu. Pada periode ini, besi dan perunggu mulai digunakan oleh masyarakat. besi dan perunggu digunakan untuk membuat berbagai macam peralatan seperti peralatan rumah tangga, berburu, berkebun  dan pertanian. Akan tetapi dengan bertambahnya berbagai macam ragam peralatan, hal ini membuat tidak semua orang mampu membuatnya, karena pembuatan masing-masing jenis barang membutuhkan seorang ahli dalam bidangnya.  





Kapak Corong

Dengan menggunakna peralatan yang terbuat dari logam, kehidupan manusia berlangsung dengan lebih baik sehingga mereka dapat mengahasilkan berbagai macam barang dan bahan makanan yang lebih banyak sehingga produksi makanan menjadi surplus.





Kondisi inilah yang telah mendorong manusia pada zaman ini untuk melakukan perdagangan. Perdagangan yang terjadi tidak hanya terbatas pada lingkup daerah saja, tetapi sudah lintas pulau bahkan samudra.





Pada zaman ini, masyarakat sudah mengenal daerah perdagangan, baik untuk mencari produsen, yaitu tempat aalnya barang mentah atau barang jadi, maupun untuk mencari konsumen, yaitu tempat memasarkan barang dagangannya.





Berikut beberapa benda peninggalan manusia pada zaman perundagian :


Candrasa

  1. Candrasa merupakan sejenis kapak dengan permukaan sangat lebar dan besar. Meskipun kelihatannay seperti senjata, namun bilahnya kurang kuat bila digunakan untuk peperangan, apalagi untuk pertanian. Jadi, kemungkinan alat ini untuk simbol kebesaran dan salah satu alat dalam upacara ritual kepercayaan.
  2. Nekara merupakan benda kebudayaan yang tebuat dari perunggu yang ebrbentuk dandang telungkup dan berpinggang pada bagian tengahnya serta mempunyai tutup pada bagian atasnya. Nekara memiliki pola hias yang beraneka ragam, seperti gambar manusia, gambar hewan, serta pola-pola geometric. Nekara berfungsi sebagai pelangkap upacara untuk memohon turunnya hujan dan sebagai gendering perang dengan cara dipukul-pukul.
  3. Kapak corong  merupakan benda yang dipergunakan sehari-hari yang tyerbuat dari perunggu dengan bentuk kapak yang bagian pegangannya  berongga (untuk memasukan tangkai kayu) sehingga menimbulkan kesan seperti corong. Itulah sebabnya kenapa dinamakan kapak corong.
  4.  Perhiasan perhiasan yajng ditemukan pada masa perundagian terbuat dari perunggu, emas dan besi. Bentuknya berupa  gelang, cicncin, kalung dan bandul kalung. Selain sebagi perhiasan, ada pula cincin kecil yang berfungsi sebagi alat tukar. Selain itu ditemukan pula manic-manik yang berbentuk bulat, silinder, oval dan segi enam. Manic-manik ini diperkirakan memiliki dua fungsi, selain sebagai perhiasan juga digunakan untuk bekal kubur.
  5. Bejana berbentuk bulat panjang seperti kepis atau keranjang unjtuk tempat ikan. Bejana ini dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung dilekatkan dengan pacuk besi disisi-sisinya.
  6. Arca Perunggu memiliki beraneka bentuk seperti bentuk manusia dan kuda. Dalam bentuk manusia, arca biasanya menggambarkan tarian dinamis. Kedua kaki dan tangannya biasanya mengenakan gelang, leher memakai kalung, dan telinga menggunakan perhiasan berbentuk pilin.


Kepercayaan pada masa perundagian tidak jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Mereka masih mempraktekan pemujaan terhadap leluhur, hanya saja pada masa perundagian, alat yang digunaklan dalam upacara-upacara keagamaan banyak yang menggunakan barang-barang yang terbuat dari perunggu. 

Masa Bercocok Tanam



Ketika kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi oleh alam, manusia tidak perlu bersusah payah menghasilkan dan mengolah makanan, mereka cukup mengambilnya dari alam. Akan tetapi, ketika alam tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup, manusia praaksara (prasejarah) tidak lantas berdiam diri. mereka mulai memikirkan bagaimana caranya untuk menghasilkan makanan (food producing). Dari sinilah muncul bahwa manusia perlu mengolah alam. Dengan demikian corak kehidupan manusia pun berubah dari berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan menjadi bercocok tanam. 

Pada awal bercocok tanam, mereka melaksanakan peladangan berpindah atau pertanian lahan kering (shifting cultivation). Pelaksanaan system ini dilakukan dengan cara membuka hutan untuk ditanami dan mereka akan berpindah lokasi pertanian ke lahan yang lain apabila dirasa lahan yang mereka tanami sudah tidak produktif lagi. System peladangan dapat dilaksanakan oleh mereka ketika jumlah penduduknya masih sedikit, dan hutan sebagai lahan pertanian masih luas. Karena jumlah penduduk bertambah, kebutuhan bahan makanan semakin banyak dan akibatnya system perladangan lambat laun menjadi tidak efektif lagi, ditambah lahan pertanian yang diubah menjadi lahan pemukiman.

Masyarakat awal mulai memikirkan cara mengatasi hal ini sampai akhirnya mereka menemukan jalan keluarnya, yaitu dengan jalan pertanian yang menetap dan mempertahankan kesuburan tanah dengan pemupukan. Pertanian menetap dilakukan di lahan kering maupun lahan basah. Jenis tanaman di lahan kering meliputi sayuran dan jenis yang biasa pada lahan perladangan, yaitu padi, keladi, ubi jalar, kacang-kacangan, dan berbagai jenis tanaman musiman serta tahunan seperti buah-buahan dan biji-bijian.

Peralihan dari masa berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan ke masa bercocok tanam bukanlah waktu yang singkat dan instan.
Selama masa peralihan, manusia pemburu hidup berdampingan bersama manusia petani. Hipotesa ini diketahui berdasar bukti dari analisis DNA yang dilakukan peneliti dari Swedia dan Denmark terhadap kerangka empat manusia yang digali dari sepetak tanah di Swedia. Satu kerangka merupakan petani, sementara lainnya adalah pemburu.
Fosil ini berada dari Zaman Batu, sekitar lima ribu tahun lalu. Sebanyak 250 juta pasang basa yang dikumpulkan dari kerangka menjadi mesin waktu bagi peneliti untuk mempelajari genetik manusia di masa lalu.
Hasil awal menunjukkan lokasi asal dua jenis manusia dengan pola hidup berbeda. "Profil genetik petani cocok dengan manusia yang kini hidup di Mediterania seperti di Siprus. Tiga pemburu lain cocok dengan manusia Eropa bagian utara," ujar peneliti genetik dari Uppsala University, Pontus Skoglund.
Temuan ini sejalan dengan teori mengenai revolusi pertanian di Eropa. Teori itu menyebutkan pola bercocok tanam dibawa dari orang yang bermukim di kawasan selatan ke utara. Ketika itu manusia yang bermukim di utara masih hidup dengan cara berburu dan meramu. Kedua kelompok manusia ini kemudian bertemu dan hidup bersamaan selama ribuan tahun.
"Mereka hidup berdampingan dengan pola hidup berbeda lalu melakukan kawin silang," ujar peneliti evolusi biologi Mattias Jakobsson dari Uppsala University.
Akibat perkawinan silang, manusia Eropa yang hidup saat ini tak lagi memiliki genetik yang sama dengan manusia pemburu dan peramu dari Zaman Batu. Namun, menurut Skoglund, beberapa fragmen genetik manusia zaman batu masih tersimpan dalam tubuh orang Eropa modern.
Petani dari Mediterania mendapatkan pengetahuan mengenai pertanian dari lokasi pertanian pertama yang berada di kawasan Timur Tengah sekitar 11 ribu tahun lalu. Pertanian menyebar ke seluruh kawasan Eropa 6.000 tahun setelahnya. *sumber : http://www.apakabardunia.com/2012/04/peralihan-manusia-purba-berburu-bertani.html

Pada masa bercocok tanam, kebudayaan manusia praaksara (prasejarah) mengalami perkembangan yang luar biasa. Hasil kebudayaannya semakin bervariasi, ada yang tebuat dari batu dan tulang, hingga dari tanah liat. Berikut ini merupakan hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam :
  • Kapak persegi. Pada umumnya kapak ini berbentuk memanjang dengan penampangan lintang persegi. Fungsinya tergantung ukuran. Apabila berukuran besar, kapak persegi berfungsi sebagai cangkul dan namanya pun lebih dikenal dengan beliung, sedangkan yang kecil biasa disebut tatah dan berfungsi sebagai alay untuk memahat. Namun, kapak persegi yang ditemukan dalam bentuk utuh diperkirakan mempunyai fungsi magis  atau berguna sebagai benda tukar perdagangan sederhana. Kapak persegi ditemukan di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Dan Kalimantan.
  • Kapak lonjong. Bentuk kapak ini bulat memanjang dengan ujungnya yang lancip sebagai tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya bulat melebar dan diasah hingga tajam. Secara keseluruhan bentuk permukaan kapak lonjong sudah diasah hingga halus. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanibar dan Papua.
  • Mata Panah. Benda kebudayaan ini ditemukan hamper tersebar di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan terutama di kawasan Budaya Toala. Bentuk mata panah yang ditemukan di Jawa Timur pada umumnya segitiga dengan bagian basis bersayap dan cekung. Bahan yang digunakan adalah dari batu gamping. Pembuatannya dilakukan dengan sangat teliti. Pada bagian ujung tajaman dari mata panah dilicinkan dari dua arah sehingga menghasilkan tajaman yang bergerigi atau berliku-liku dan tajam. Sementara itu, mata panah yang aa di Sulawesi Selatan terbuat dari batu kaseldon dan kuarsa. Bentuk hanya dikerjakan pada bagian yang tajamnya saja dan lebih banyak bergerigi.
  • Gerabah. Benda kebudayaan ini ditemukan di Sulawesi Tengah, Banyuwangi, Tanggerang, Bogor, Kerawang, dan Bandung. Teknik pembuatan gerabah pada masa bercocok tanam masih sangat sederhana, yaitu segala sesuatunya masih dikerjakan oleh tangan. Fungsi gerabah diantaranya sebagai tempat menyimpan makanan dan minuman. Dalam perkembangan berikutnya, gerabah tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan makanan dan minuman saja, tetapi lebih beraneka ragam, bahkan menjadi salah satu barang yang memiliki nilai tinggi.
  • Perhiasan. Pada masa bercocok tanam ternyata manusia sudah mengenal perhiasan seperti gelang dari batu dan kulit kerang. Perhiasan seperti ini ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Perhiasan dibuat dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar, seperti dari kulit kerang, tanah liat, dan ada pula yang terbuat dari batu. Bentuk perhiasan umumnya berbentuk anting dan gelang. 



Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan (Artikel Lengkap)

Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering and hunting period) adalah salah satu ciri-ciri zaman batu tua (paleolitikum) dimana manusia purba memenuhi kebutuhan akan pangan dengan cara berburu hewan dan mengumpulkan makanan dari alam. Pada masa ini juga telah mengenal sistem kepercayaan yang sederhana dan alat-alat pemenuh kebutuhan hidup yang sederhana. Hidup mereka berkelompok dengan anggota yang tidak banyak, antara 20 sampai 50 orang. Hidup mereka masih nomaden dan sangat bergantung pada ketersediaan alam. Perburuan dilakukan oleh kaum laki-laki sedangkan pengumpulan makanan dilakukan oleh kaum perempuan.
Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

1. Keadaan Lingkungan pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Keadaan lingkungan pada masa itu masih sangat liar, belum stabil, dan berbahaya. Manusia masih belum mampu menciptakan alat untuk mempermudah hidupnya seperti senjata untuk membunuh hewan buas dan rakit untuk menyeberangi sungai. Bahkan mereka masih tinggal di goa-goa alam. Manusia masih sangat bergantung pada ketersediaan alam. Sehingga jika lingkungan alam di sekitar gua sudah tidak memungkinkan mereka untuk bertahan hidup, mereka akan mengembara dan mencari tempat baru. Mereka biasanya tinggal di dekat sumber air seperti sungai atau pantai karena disana lebih banyak terdapat hewan dan tumbuhan yang bisa dimakan.
2. Kehidupan Ekonomi pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Pada masa itu belum ada sistem ekonomi yang kompleks. Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan anggota kelompoknya dan tidak pernah ada transaksi dengan kelompok lain. Mereka masih sangat bergantung pada alam dan akan mencari tempat lain jika tempat tersebut sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pengolahan makanan masih sebatas dibakar saja. Pada masa itu manusia telah mengenal api. Untuk makanan yang berasal dari tumbuhan, mereka memakannya mentah-mentah. Mereka juga belum mengenal teknik menanak nasi.
3. Kehidupan Sosial pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Mereka selalu hidup berkelompok yang anggotanya berjumlah 20 sampai 50 orang yang terdiri dari satu atau dua keluarga. Tujuan hidup berkelompok adalah untuk menghadapi binatang buas dan saling membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka juga sudah mengenal kerja sama terutama dalam hal berburu. Hasil buruannya dibagikan kepada seluruh anggota kelompok.
Mereka belum mengenal teknik berkomunikasi lisan. Mereka hanya menggunakan bahasa tubuh, gambar, atau bunyi-bunyian untuk menyampaikan sesuatu.
4. Teknologi pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Manusia pada masa itu lebih memilih gua sebagai tempat tinggal karena mereka belum mampu membangun tempat tinggal. Mereka sudah mengenal beberapa peralatan yang sederhana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bentuk alat-alat tersebut masih kasar (belum diasah atau dihaluskan) dan sederhana. Peralatan tersebut biasanya berasal dari batu, serpihan, dan tulang hewan yang memiliki bentuk sesuai dengan fungsinya. Beberapa alat tersebut diantaranya kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, pahat genggam, alat serpih, dan peralatan dari tulang.

4.1. Kapak Perimbas

Kapak perimbas adalah kapak yang digunakan dengan cara digenggam dan tidak memiliki tangkai. Kapak ini ditemukan di beberapa tempat di Indonesia dan beberapa negara lain seperti Malaysia, Tiongkok, Thailand, Vietnam, Pakistan, Myanmar, dan Filipina.

4.2. Kapak Penetak

Kapak penetak adalah kapak yang memiliki bentuk lebih besar daripada kapak perimbas dan berfungsi untuk membelah bambu dan kayu. Kapak ini ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia.

4.3. Kapak Genggam

Kapak genggam adalah kapak yang berukuran lebih kecil daripada kapak perimbas dan memiliki ujung kecil untuk tempat menggenggam alat tersebut. Kapak ini juga ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia.

4.4. Pahat Genggam

Pahat genggam adalah alat yang memiliki ukuran lebih kecil dari kapak genggam dan berfungsi untuk menggali tanah untuk mencari umbi-umbian.

4.5. Alat Serpih

Alat serpih adalah peralatan yang memiliki bentuk yang sederhana berupa serpihan. Alat ini memiliki fungsi sesuai bentuknya seperti pisau dan alat penusuk. Manusia dapat menggunakan alat ini untuk mengupas, memotong, dan menggali makanan. Alat serpih memiliki ukuran sekitar 10 sampai 12 cm dan banyak ditemukan pada goa-goa di Sangiran (Surakarta), Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere (Flores), dan Timor.

4.6. Peralatan dari Tulang

Selain dari batu dan serpihan, manusia juga menggunakan tulang hewan untuk dijadikan alat. Peralatan yang berasal dari tulang antara lain pisau, belati, mata tombak, mata panah, dll.
5. Keadaan Manusia Indonesia pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Terdapat dua ras yang mendiami Indonesia pada masa ini yaitu Austromelanesoid dan Mongoloid. Ras Austromelanesoid yang berasal dari Australia (yang dulunya pernah menyatu dengan Papua) mendiami kawasan timur Indonesia. Ras Mongoloid yang berasal dari Asia (yang pernah menyatu dengan kawasan Sumatera, Jawa, dan Kalimantan) mendiami kawasan barat Indonesia.
6. Sistem Kepercayaan pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Pada masa ini manusia telah mengenal sistem kepercayaan. Mereka percaya bahwa ada kehidupan lain setelah meninggal dan benda-benda besar (seperti batu besar dan pohon besar) memiliki kekuatan gaib. Mereka percaya bahwa ada kekuatan alam yang telah membantu kehidupan mereka. Pada masa ini juga telah terdapat ritual penguburan jenazah dan pemujaan terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Mereka juga sering menggambar sesuatu di dinding gua yang bertujuan untuk menghormati dan mengingat kekuatan gaib yang diyakininya.

Komentar

Postingan Populer